metrochannel.co.id
Laporan : Leni Tanjung
Karawang - Celotehan menteri Desa yang menyebutkan wartawan Bodrex membuat gaduh, sehingga banyak tafsiran dari kami sebagai pewarta atau wartawan merasa di direndahkan, "Kami kerja secara profesional dan menurut kami sesusai etika jurnalistik yang memegang teguh kodek etik."kata Endang Macan Kumbang
Mentri desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Yandri Susanto, menjadi sorotan publik setelah pernyataannya yang dinilai merendahkan profesi jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam pernyataannya, Mendes Yandri menyebut istilah “Wartawan Bodrex” untuk menggambarkan tulisan berita yang tidak akurat serta menyinggung LSM yang, menurutnya, hanya mencari-cari kesalahan kepala desa (kades).
Pernyataan ini menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Dewan pimpinan Pusat Jajaran Wartawan Nusantara (JaWaRa)
DPP mendesak Mendes Yandri untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada insan pers dan LSM di seluruh Indonesia. Jika tidak, mereka meminta agar Yandri mundur dari jabatannya sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
“Pers merupakan pilar keempat demokrasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pernyataan Mendes Yandri dapat dikategorikan sebagai tindakan yang menghambat kemerdekaan pers,” ujar Ketua Umum JaWaRa Endang Macan Kumbang Minggu (3/2/25).
JaWaRa juga mengutip Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang menyebutkan bahwa siapa pun yang secara melawan hukum menghalangi kebebasan pers dapat dikenakan pidana penjara hingga dua tahun dan denda Rp500 juta.
Selain itu, kritik terhadap LSM juga dinilai sebagai bentuk ketidakmampuan menghargai peran serta mereka sebagai lembaga kontrol sosial yang sah secara hukum.
Ketum JaWaRa menyoroti pentingnya penggunaan istilah yang tepat dalam mengkritik suatu profesi atau lembaga. Mereka menegaskan bahwa pejabat negara seharusnya menggunakan istilah “oknum” untuk merujuk pada individu yang melanggar etika, estitika bukan menggeneralisasi seluruh profesi dengan istilah yang merendahkan.
“Sebagai pejabat publik yang digaji oleh negara, seorang menteri harus memiliki wawasan luas dan mengedepankan etika dalam berkomunikasi. Ilmu pengetahuan itu penting, tetapi etika jauh lebih utama dalam membangun budaya bangsa,” tegasnya
JaWaRa juga menekankan bahwa ‘Etika’ memainkan peran penting dalam menyelesaikan persoalan dan membangun bangsa yang beradab dan berkeadilan sesuai pedoman PANCASILA
“Ilmu pengetahuan bisa menjawab persoalan, tetapi etika adalah kunci untuk menyelesaikannya
Sebagai pejabat publik, Mendes Yandri seharusnya lebih bijak dalam menyampaikan pernyataan,”
JaWaRa mengingatkan bahwa pers harus tetap menjunjung tinggi budaya yang beretika, sebagaimana tercermin dalam tagline mereka, “Pers Berdaya – Pers Berbudaya.
